Minggu, 31 Juli 2011

Film Indonesia Oh Film Indonesia

Hari Jum’at kemarin (29/7) pencinta film dapat menikmati kembali film-film asing (Hollywood), film pertama yang ditayangkan ialah Harry potter. Tentu keberadaan film asing seperti Harry Potter, dan sebagainya layak untuk ditunggu oleh penonton di Indonesia, maklum saja film asing beberapa bulan yang lalu sempat tidak beredar di Indonesia, dikarenakan masalah pajak.

Kini masalah tersebut sudah selesai, dan diharapkan beberapa hari kedepan di seluruh Indonesia akan ditayangkan kembali film-film asing yang berkualitas, namun hal ini dapat memiliki pengaruh yang postif dan negatif.


Apabila film asing berdampak positif, maka akan memberikan segi keuntungan bagi pendapatan daerah dan negara, hal ini dilihat dari banyaknya jumlah penonton yang datang ke bioskop. Kita melihat beberapa waktu lalu dimana film asing tidak masuk bioskop, pendapatan pun kecil dan para pengelola bioskop juga mengalami kerugian, belum lagi akhirnya banyak orang-orang yang rela membeli DVD bajakan untuk menyalurkan hobinya menonton film, hal ini tentu sangat amat disayangkan bagi kita semua.

Namun film asing juga memiliki dampak yang negatif, diantaranya yang paling mencolok sekali, yakni akan tergusurnya kembali film-film dari negeri kita sendiri. Kita melihat beberapa tahun terakhir ini, film-film kita kalah bersaing, bahkan sedikit sekali jumlah penonton yang melihat, alasannya sebenarnya klise sekali, yaitu adanya ide cerita yang monoton dan membosankan. Kita pun melihat fenomena dimana film Indonesia saat ini kebanyakan bertema horror, tetapi juga ada adegan yang dibumbui adegan (maaf) sex. Jelas sekali ini membuat penonton yang melihat jenuh sekali, dan mengapa para produser film ingin agar nama Production House (PH) terangkat, namun kualitas filmnya buruk dan asal-asalan.

Keberadaan Lembaga Sensor Film (LSF) saat ini perlu untuk dikaji ulang, karena tidak sedikit para sineas muda yang mempertanyakan masalah ini, kita ingat beberapa waktu lalu sineas muda kecewa dalam FFI (Festival Film Indonesia), sehingga mereka mengembalikan piala FFI tersebut. Setidaknya dalam hal ini pemerintah perlu memberikan jalan tengah, agar mendapatkan hasil yang terbaik. Pemerintah juga perlu sedikit ikut campur tangan dalam tema cerita suatu film, taruhlah pemerintah kita akan mengambil tema pendidikan, maka selaku PH pun berinisiatif mengambil latar belakang disekolah,dan PH pun menunjuk sorang penulis ceritanya agar jalan ceritanya mendidik, misalnya dengan bercerita banyaknya siswa yang miskin namun berprestasi di sekolahnya, dan sebagainya. Cerita yang menarik dan asli, akan menghasilkan film yang baik, tentunya selain jalan cerita juga dilihat dari berbagai aspek mulai dari lokasi gambar, tokoh, jenis film yang akan digunakan syuting, soundtrack, dan sebagainya.

Kita melihat sebenarnya film Harry Potter, Superman, Spiderman, dan film tokoh sejenis lainnya adalah film fiksi, namun film tersebut selalu dapat menampilkan cerita dan pengambilan gambar yang sempurna, sehingga membuat yang menonton sangat terkesima dan menghibur sekali, dan mengapa diantara PH kita tak ada yang bersedia membuat film tentang gatotkaca, atau tokoh pewayangan lainnya  ?


Indonesia kini sudah selayaknya, menghasilkan film yang baik seperti film Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, dimana film tersebut berhasil memikat jutaan penonton diseluruh tanah air. Kini tiba waktunya untuk menjadikan film kita terbaik dari negeri sendiri, dan kalau film kita ingin berkompetisi mulailah dari saat ini kedalam tingkat Asia Tenggara terlebih dahulu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar